Baca Maleakhi 3:6-12
Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya.
-Amsal 3:9,10
Bertahun-tahun saya bergumul dengan konsep perpuluhan. Saya tidak kisah menghulurkan sedikit ke dalam kantung persembahan pada setiap hari minggu, tetapi 10 peratus? Saya mereka-reka pelbagai alasan kenapa saya tidak dapat memberi perpuluhan, namun saya tidak menghadapi sebarang kesulitan untuk membelanjakan jumlah yang sama di pasaraya.
Kemudian saya bertemu dengan Anne, seotang ibu tunggal yang bukan sahaja memberi perpuluhan malah menyimpan setiap wang lebihan untuk misi. Anne memiliki sukacita dan keyakinan dalam Tuhan yang saya cemburui. Dia tidak mempunyai pekerjaan yang bergaji besar, namun dia hidup bergaya dan menngikut kemampuannya. Satu hari, saya bertanya tentang rahsianya. "Saya menuruti rencana Tuhan dan percaya kepadanya," katanya dengan yakin. Dia seterusnya menerangkan betapa memberi perpuluhan itu bukan satu kewajipan tetapi satu keistimewaan dan satu cara untuk menunjukkan yang kita menghormati Tuhan. "Tuhan tidak pernah mengecewakan saya, walaupun pada waktu-waktu paling sukar," kata Anne.
Tuhan mencabar saya melalui Anne. "Ujilah saya dalam hal ini," Tuhan seolah-oleh berbicara sedemikian kepada saya. Jadi saya menerima cabaran Tuhan dan tidak pernah berpaling lagi. Dengan penuh kesetiaan, Tuhan telah memenuhi segala janji-janji yang diberikan di dalam Alkitab, dan berkat-berkatnya melimpah kepada saya setiap hari. Kerana Tuhan setia dan murah hati, saya sentiasa berkecukupan.
oleh Karen Gallagher (Florida, USA)
Thursday, September 24, 2009
Wednesday, September 23, 2009
Eager Efforts
Read Ephesians 2:1-10
We are what he has made us, created in Christ Jesus for good works.
-Ephesians 2:10 (NRSV)
ONE spring my wife and I planted gardenias. "We'll help," said our two young sons. We gave them trowels, and they began digging. Before we knew it, they were off playing with their toys, leaving a few shallow holes in the dirt. Of course we didn't mind. Actually, we were pleased by their effort.
But if I'd hired a landscaping firm to plant those gardenias, I'd have been upset. "You won't get paid until it's done right," I might have said. That thought reminded me of the difference between serving as a response to God's grace and love and serving in an attempt to earn these gifts of God with our works. It's the difference between the eager offerings that children give their parents and the anxious toil that workers may do for their employer.
Our position in our Father's house is secure. Even if our good works are mixed with the remnants of sin and the best we can do is dig shallow holes for the Almighty, God is pleased with our effort. When we look for salvation in God's grace and not in our own good deeds, we are free to offer joyful service.
by Marvin Lindsay (Virginia, USA)
We are what he has made us, created in Christ Jesus for good works.
-Ephesians 2:10 (NRSV)
ONE spring my wife and I planted gardenias. "We'll help," said our two young sons. We gave them trowels, and they began digging. Before we knew it, they were off playing with their toys, leaving a few shallow holes in the dirt. Of course we didn't mind. Actually, we were pleased by their effort.
But if I'd hired a landscaping firm to plant those gardenias, I'd have been upset. "You won't get paid until it's done right," I might have said. That thought reminded me of the difference between serving as a response to God's grace and love and serving in an attempt to earn these gifts of God with our works. It's the difference between the eager offerings that children give their parents and the anxious toil that workers may do for their employer.
Our position in our Father's house is secure. Even if our good works are mixed with the remnants of sin and the best we can do is dig shallow holes for the Almighty, God is pleased with our effort. When we look for salvation in God's grace and not in our own good deeds, we are free to offer joyful service.
by Marvin Lindsay (Virginia, USA)
Tuesday, September 15, 2009
Personal Best
Read Matthew 22:34-40
Let us run with perseverance the race that is set before us, looking to Jesus the pioneer and perfecter of our faith.
-Hebrews 12:1-2 (NRSV)
WHEN I first started on the swim team at 11 years old, I wasn't a great competitor, but I loved records. I made it my goal always to break my own. Sometimes I would be the last one to finish in a race; but I would jump out of the water, run excitedly to the coach, and say, "Hey, coach, I beat my best time!"
My performance improved, and later I won the district in the 100-yard breaststroke during high school. But the best part about that race was that I beat my previous best time. This way of thinking became part of my personality, and it became part of my faith too.
In Matthew 22:34-40 Jesus taught the greatest commandment, but keeping it sounds difficult, almost impossible. Still, I've learned from swimming that we don't reach our goal on the first day of practice. Learning to love God and our neighbor takes a lot of persistence, and we will face many setbacks. It is easier to love others when we're not worried about who is winning and who is losing, who is better and who is worse. Instead, we can find ways to celebrate our gifts together. And though we will not become saints overnight, we can do a little better each day. I'm not yet what God wants me to be, but thank God I'm better than I used to be.
by David Turner (Texas, USA)
Let us run with perseverance the race that is set before us, looking to Jesus the pioneer and perfecter of our faith.
-Hebrews 12:1-2 (NRSV)
WHEN I first started on the swim team at 11 years old, I wasn't a great competitor, but I loved records. I made it my goal always to break my own. Sometimes I would be the last one to finish in a race; but I would jump out of the water, run excitedly to the coach, and say, "Hey, coach, I beat my best time!"
My performance improved, and later I won the district in the 100-yard breaststroke during high school. But the best part about that race was that I beat my previous best time. This way of thinking became part of my personality, and it became part of my faith too.
In Matthew 22:34-40 Jesus taught the greatest commandment, but keeping it sounds difficult, almost impossible. Still, I've learned from swimming that we don't reach our goal on the first day of practice. Learning to love God and our neighbor takes a lot of persistence, and we will face many setbacks. It is easier to love others when we're not worried about who is winning and who is losing, who is better and who is worse. Instead, we can find ways to celebrate our gifts together. And though we will not become saints overnight, we can do a little better each day. I'm not yet what God wants me to be, but thank God I'm better than I used to be.
by David Turner (Texas, USA)
Monday, September 14, 2009
Menjadi saksi Kristus
Dalam amanat agungNya, Yesus menyuruh murid-muridNya agar 'pergi ke seluruh dunia, jadikanlah segala bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus...'.
Sebagai orang yang percaya Yesus, kita juga menjadi murid Kristus. Sebagai murid Kristus, amanat agung ini adalah untuk kita. Kita diamanahkan untuk melaksanakan amanat ini. Jadi kita harus 'pergi...jadikan....dan baptis mereka....'. Tugas ini bukan dipertanggungjawabkan kepada seorang individu sahaja tetapi kepada semua murid Kristus. Paulus mengatakan dalam suratnya, 'ada yang menjadi tangan, ada yang menjadi kaki...ada yang bernubuat, ada yang mentafsirkan mimpi, ada yang diberi karunia untuk berkhotbah' dan banyak lagi karunia yang berbeza-beza.
Dalam kebaktian Ahad kelmarin, gereja kami dikunjungi oleh sukarelawan dari kapal MV Dolous. Mereka ini menjadi sukarelawan sebagai hamba Tuhan dengan melayani melalui pelayanan bersama-sama dengan kapal MV Dolous. Firman Tuhan dalam kebaktian tersebut pula dibawakan oleh rombongan dari Gideon International, satu pergerakan Kristian antarabangsa yang memberi fokus kepada penyampaian firman Tuhan kepada semua bangsa. Saya percaya di luar sana ada banyak lagi persatuan, pertubuhan, institusi dan sebagainya yang bergerak dengan satu tujuan iaitu untuk mencapai jiwa-jiwa untuk Tuhan. Namun adakah semua murid Tuhan perlu mengambil bahagian dalam pertubuhan atau gerakan sebegitu?
Saya melihat mereka yang terlibat dalam pelayanan sepenuh masa, penginjilan dan sebagainya ini merupakan mereka yang diberi karunia dan hikmat untuk melayani dalam bentuk sebegitu. Ada antara kita yang tidak berkesempatan untuk turut serta dalam pelayanan sebegitu kerana kekangan tertentu namun kita mampu melayani dalam bentuk yang lain. Antaranya pelayanan di gereja, di tempat kerja malah di kalangan keluarga kita sendiri.
Malah pelayanan melalui doa merupakan pelayanan yang sangat dituntut. Doa yang sungguh-sungguh mampu menggoncang sorga dan menggerakkan gunung. Berdoa boleh dilakukan di mana-mana jua. Sama ada berdoa secara sendirian mahu pun secara berkumpulan, Tuhan akan mendengar doa itu. Doa mampu mengalahkan segala bentuk tentangan. Malah doa merupakan senjata yang paling afdal bagi jiwa manusia. Dan doa yang paling berkuasa adalah doa dalam nama Yesus Kristus. Sesiapapun boleh mengambil bahagian dalam pelayanan doa ini. Jadi berdoa untuk pelayanan dan penginjilan juga merupakan satu bentuk pelayanan kepada Tuhan apabila dilakukan dengan sepenuh hati dan dengan kerendahan.
Seorang ibu atau ayah yang tidak mampu terlibat dalam pelayanan sepenuh masa untuk menggapai jiwa-jiwa di luar sana boleh dipakai Tuhan dengan luar biasa untuk bersaksi kepada anak-anak dan ahli keluarganya yang lain. Malah tulisan-tulisan dalam majalah, surat khabar ataupun laman web boleh menjadi berkat buat ramai orang.
Kerana itu, gunakanlah segala hikmat dan bakat yang Tuhan berikan kepada kita untuk melayani Tuhan dan menggapai jiwa-jiwa untuk Tuhan. Melalui kesaksian kita, baik dalam perkataan mahu pun perbuatan, akan ada jiwa yang akan diberkati. Melalui kehidupan kita, Roh Tuhan akan bekerja di dalam kehidupan orang lain dan menggerakkan hati mereka untuk mengenal Tuhan. Maka Tuhan pasti akan mengirim hamba-hambaNya yang diberi karunia untuk menginjil kepada orang itu seterusnya memimpin mereka untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Sebagai orang yang percaya Yesus, kita juga menjadi murid Kristus. Sebagai murid Kristus, amanat agung ini adalah untuk kita. Kita diamanahkan untuk melaksanakan amanat ini. Jadi kita harus 'pergi...jadikan....dan baptis mereka....'. Tugas ini bukan dipertanggungjawabkan kepada seorang individu sahaja tetapi kepada semua murid Kristus. Paulus mengatakan dalam suratnya, 'ada yang menjadi tangan, ada yang menjadi kaki...ada yang bernubuat, ada yang mentafsirkan mimpi, ada yang diberi karunia untuk berkhotbah' dan banyak lagi karunia yang berbeza-beza.
Dalam kebaktian Ahad kelmarin, gereja kami dikunjungi oleh sukarelawan dari kapal MV Dolous. Mereka ini menjadi sukarelawan sebagai hamba Tuhan dengan melayani melalui pelayanan bersama-sama dengan kapal MV Dolous. Firman Tuhan dalam kebaktian tersebut pula dibawakan oleh rombongan dari Gideon International, satu pergerakan Kristian antarabangsa yang memberi fokus kepada penyampaian firman Tuhan kepada semua bangsa. Saya percaya di luar sana ada banyak lagi persatuan, pertubuhan, institusi dan sebagainya yang bergerak dengan satu tujuan iaitu untuk mencapai jiwa-jiwa untuk Tuhan. Namun adakah semua murid Tuhan perlu mengambil bahagian dalam pertubuhan atau gerakan sebegitu?
Saya melihat mereka yang terlibat dalam pelayanan sepenuh masa, penginjilan dan sebagainya ini merupakan mereka yang diberi karunia dan hikmat untuk melayani dalam bentuk sebegitu. Ada antara kita yang tidak berkesempatan untuk turut serta dalam pelayanan sebegitu kerana kekangan tertentu namun kita mampu melayani dalam bentuk yang lain. Antaranya pelayanan di gereja, di tempat kerja malah di kalangan keluarga kita sendiri.
Malah pelayanan melalui doa merupakan pelayanan yang sangat dituntut. Doa yang sungguh-sungguh mampu menggoncang sorga dan menggerakkan gunung. Berdoa boleh dilakukan di mana-mana jua. Sama ada berdoa secara sendirian mahu pun secara berkumpulan, Tuhan akan mendengar doa itu. Doa mampu mengalahkan segala bentuk tentangan. Malah doa merupakan senjata yang paling afdal bagi jiwa manusia. Dan doa yang paling berkuasa adalah doa dalam nama Yesus Kristus. Sesiapapun boleh mengambil bahagian dalam pelayanan doa ini. Jadi berdoa untuk pelayanan dan penginjilan juga merupakan satu bentuk pelayanan kepada Tuhan apabila dilakukan dengan sepenuh hati dan dengan kerendahan.
Seorang ibu atau ayah yang tidak mampu terlibat dalam pelayanan sepenuh masa untuk menggapai jiwa-jiwa di luar sana boleh dipakai Tuhan dengan luar biasa untuk bersaksi kepada anak-anak dan ahli keluarganya yang lain. Malah tulisan-tulisan dalam majalah, surat khabar ataupun laman web boleh menjadi berkat buat ramai orang.
Kerana itu, gunakanlah segala hikmat dan bakat yang Tuhan berikan kepada kita untuk melayani Tuhan dan menggapai jiwa-jiwa untuk Tuhan. Melalui kesaksian kita, baik dalam perkataan mahu pun perbuatan, akan ada jiwa yang akan diberkati. Melalui kehidupan kita, Roh Tuhan akan bekerja di dalam kehidupan orang lain dan menggerakkan hati mereka untuk mengenal Tuhan. Maka Tuhan pasti akan mengirim hamba-hambaNya yang diberi karunia untuk menginjil kepada orang itu seterusnya memimpin mereka untuk menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat.
Longings Fulfilled
Read 1 Samuel 1:21-28
Hope deferred makes the heart sick, but a longing fulfilled is a tree of life.
-Proverbs 13:12 (NIV)
AS I sat in the obstetrician's office, I felt heartbroken. For the second time, my husband and I had lost a baby through miscarriage. Our hope of starting a family was deferred again. Less than a year later, I was overjoyed when God fulfilled my longing and gave us a son.
While reading 1 Samuel 1, I identified with Hannah's desire to have children. Pouring out her heart to the Lord, she prayed for years that God would bless her with a son. She eventually conceived and gave birth to a son, Samuel. "I prayed for this child," she said, "and the Lord has granted me what I asked of him. So now I give him to the Lord" (1 Sam. 1:27-28).
Hannah's story reminds me that my child is a gift that I should continually surrender to the Lord. It would have been easy for Hannah to keep Samuel to herself after years of hoping for a child. But she offered him back, in thanksgiving and praise, to serve the Lord.
Indeed, all of our fulfilled hopes are gifts from God and reminders that all we have comes from and belongs to the Lord. Our proper response to God is gratitude and surrender.
by Kelley Brown (Alabama, USA)
Hope deferred makes the heart sick, but a longing fulfilled is a tree of life.
-Proverbs 13:12 (NIV)
AS I sat in the obstetrician's office, I felt heartbroken. For the second time, my husband and I had lost a baby through miscarriage. Our hope of starting a family was deferred again. Less than a year later, I was overjoyed when God fulfilled my longing and gave us a son.
While reading 1 Samuel 1, I identified with Hannah's desire to have children. Pouring out her heart to the Lord, she prayed for years that God would bless her with a son. She eventually conceived and gave birth to a son, Samuel. "I prayed for this child," she said, "and the Lord has granted me what I asked of him. So now I give him to the Lord" (1 Sam. 1:27-28).
Hannah's story reminds me that my child is a gift that I should continually surrender to the Lord. It would have been easy for Hannah to keep Samuel to herself after years of hoping for a child. But she offered him back, in thanksgiving and praise, to serve the Lord.
Indeed, all of our fulfilled hopes are gifts from God and reminders that all we have comes from and belongs to the Lord. Our proper response to God is gratitude and surrender.
by Kelley Brown (Alabama, USA)
Wednesday, September 9, 2009
Lean on God
Read 1 Kings 19:1-18
[Elijah] prayed that he might die. "I have had enough, Lord," he said. "Take my life."
-1 Kings 19:4 (NIV)
I had lost my job. After a six-month search, I found work 2500 miles away. My wife and children stayed behind until we knew this new job would work out. My first three months alone were a nightmare. The new work was challenging, and I missed my family. I felt alone and defeated, and I cried in despair.
In times like this, I can really identify with Elijah. After he had been empowered by God to resurrect a dead child, to stop the rain, and to bring fire down from heaven, Jezebel vowed to kill him. The fear and pressure became too much for Elijah. When I see the great prophet in despair and know the end of his story, I thank God because this means there is hope for me. When pressures such as money problems, family illness, stress at work, or internal struggles make us feel defeated, we can remember Elijah and how God tenderly cared for him.
We can do this by reading the Bible daily to become encouraged and better tuned to God's voice. When we express our pain in prayer and seek Christian companionship, God helps us through our dark valleys. Elijah recovered and returned to serve God. When we feel defeated, we too can lean on God and find hope.
by Tom Smith (Utah, USA)
[Elijah] prayed that he might die. "I have had enough, Lord," he said. "Take my life."
-1 Kings 19:4 (NIV)
I had lost my job. After a six-month search, I found work 2500 miles away. My wife and children stayed behind until we knew this new job would work out. My first three months alone were a nightmare. The new work was challenging, and I missed my family. I felt alone and defeated, and I cried in despair.
In times like this, I can really identify with Elijah. After he had been empowered by God to resurrect a dead child, to stop the rain, and to bring fire down from heaven, Jezebel vowed to kill him. The fear and pressure became too much for Elijah. When I see the great prophet in despair and know the end of his story, I thank God because this means there is hope for me. When pressures such as money problems, family illness, stress at work, or internal struggles make us feel defeated, we can remember Elijah and how God tenderly cared for him.
We can do this by reading the Bible daily to become encouraged and better tuned to God's voice. When we express our pain in prayer and seek Christian companionship, God helps us through our dark valleys. Elijah recovered and returned to serve God. When we feel defeated, we too can lean on God and find hope.
by Tom Smith (Utah, USA)
Monday, September 7, 2009
Forgiving Others
Read Matthew 18:21-35
Be kind and compassionate to one another, forgiving each other, just as in Christ God forgave you.
-Ephesians 4:32 (NIV)
SUNDAY morning. Time for church. My husband and two older children had walked out the door, but I stayed behind, too hurt and angry to get myself and the baby ready to go. I felt bitter and slighted from a problem at church. God knew I had a right to cry. I decided to stay home and nurse my hurt feelings with angry tears.
Reaching for the baby's bottle, I heard a voice speak one word in my heart. Forgive. I paused, startled. I knew whose voice I had heard. God was gently nudging me. It wasn't easy, but in time and with God's help, I did forgive.
Now, at 80 years old, I look back to see how many times in the past 50 years I have needed to heed God's simple command -- "Forgive!" Sometimes I delay and sometimes I complain, but, with God's help, I forgive. When I pray the Lord's Prayer, asking to be forgiven as I forgive others, I know what I must do. The peace and comfort of God's presence are worth the effort. We can forgive others with love because Christ first loved and forgave us.
by Joyce Woeste (Iowa, USA)
Be kind and compassionate to one another, forgiving each other, just as in Christ God forgave you.
-Ephesians 4:32 (NIV)
SUNDAY morning. Time for church. My husband and two older children had walked out the door, but I stayed behind, too hurt and angry to get myself and the baby ready to go. I felt bitter and slighted from a problem at church. God knew I had a right to cry. I decided to stay home and nurse my hurt feelings with angry tears.
Reaching for the baby's bottle, I heard a voice speak one word in my heart. Forgive. I paused, startled. I knew whose voice I had heard. God was gently nudging me. It wasn't easy, but in time and with God's help, I did forgive.
Now, at 80 years old, I look back to see how many times in the past 50 years I have needed to heed God's simple command -- "Forgive!" Sometimes I delay and sometimes I complain, but, with God's help, I forgive. When I pray the Lord's Prayer, asking to be forgiven as I forgive others, I know what I must do. The peace and comfort of God's presence are worth the effort. We can forgive others with love because Christ first loved and forgave us.
by Joyce Woeste (Iowa, USA)
Thursday, September 3, 2009
Penyembahan yang tidak berbelah bahagi
Sering kali apabila saya berurusan dengan seseorang, orang itu akan menghulurkan kad perniagaannya sebagai tanda perkenalan. Dan juga kalau-kalau saya memerlukannya untuk berhubungan dengan mereka pada masa yang lain. Satu kelaziman yang saya dapat perhatikan ialah apabila menghulurkan kad, orang itu akan menghulurkannya dengan kedua-dua tangan. Pada mulanya tidak timbul rasa hairan namun apabila ianya berlaku berulang kali, tercetus juga rasa ingin tahu.
Seorang rakan memberitahu kepada saya bahawa dalam budaya orang berbangsa Cina, apabila memberi sesuatu kepada seseorang, harus dihulurkan dengan kedua-dua tangan. Ini merupakan tanda bahawa pemberian itu diserahkan dengan sepenuh hati. Agak masuk akal juga kerana menghulur dengan satu tangan sementara tangan yang satu lagi sibuk bermain 'handphone' agak kurang sopan dan menunjukkan rasa tidak ikhlas. Menghulur dengan kedua-dua tangan memerlukan segala aktiviti yang lain dihentikan dan sepenuh perhatian diberikan kepada tindakan menghulur itu sahaja.
Lantas saya terfikir perkara yang serupa dalam penyembahan kita kepada Tuhan. Adakah kita menyembah dengan kedua-dua tangan yang terhulur? Atau adakah hanya satu tangan kita terhulur sementara tangan yang satu lagi sibuk dengan tugas duniawi yang lain? Melihat ke dalam diri saya, sering kali satu daripada tangan saya penuh dengan kesibukan duniawi walaupun tangan yang satu bersungguh-sungguh menyembah Tuhan. Kesannya penyembahan itu tidak dilakukan dengan sepenuh hati!
Apabila kita datang menyembah Tuhan, Dia menghendaki agar kita menyembah dengan sepenuh hati. Namun sering kali kesibukan duniawi mengganggu penyembahan yang sepenuh hati. Separuh perhatian kita tertunpu kepada tugas-tugas kita di pejabat, masalah perniagaan, masalah rumahtangga, masalah kewangan dan sebagainya. Hasilnya penyembahan kita tidak bermaya di depan Tuhan.
Adakah kedua-dau tangan kita terhulur apabila kita memberi penyembahan kepada Tuhan atau adakah tangan kita yang satu lagi masih sibuk dengan hal-hal duniawi?
Seorang rakan memberitahu kepada saya bahawa dalam budaya orang berbangsa Cina, apabila memberi sesuatu kepada seseorang, harus dihulurkan dengan kedua-dua tangan. Ini merupakan tanda bahawa pemberian itu diserahkan dengan sepenuh hati. Agak masuk akal juga kerana menghulur dengan satu tangan sementara tangan yang satu lagi sibuk bermain 'handphone' agak kurang sopan dan menunjukkan rasa tidak ikhlas. Menghulur dengan kedua-dua tangan memerlukan segala aktiviti yang lain dihentikan dan sepenuh perhatian diberikan kepada tindakan menghulur itu sahaja.
Lantas saya terfikir perkara yang serupa dalam penyembahan kita kepada Tuhan. Adakah kita menyembah dengan kedua-dua tangan yang terhulur? Atau adakah hanya satu tangan kita terhulur sementara tangan yang satu lagi sibuk dengan tugas duniawi yang lain? Melihat ke dalam diri saya, sering kali satu daripada tangan saya penuh dengan kesibukan duniawi walaupun tangan yang satu bersungguh-sungguh menyembah Tuhan. Kesannya penyembahan itu tidak dilakukan dengan sepenuh hati!
Apabila kita datang menyembah Tuhan, Dia menghendaki agar kita menyembah dengan sepenuh hati. Namun sering kali kesibukan duniawi mengganggu penyembahan yang sepenuh hati. Separuh perhatian kita tertunpu kepada tugas-tugas kita di pejabat, masalah perniagaan, masalah rumahtangga, masalah kewangan dan sebagainya. Hasilnya penyembahan kita tidak bermaya di depan Tuhan.
Adakah kedua-dau tangan kita terhulur apabila kita memberi penyembahan kepada Tuhan atau adakah tangan kita yang satu lagi masih sibuk dengan hal-hal duniawi?
Subscribe to:
Posts (Atom)